Assalamualaikum Wr.Wb
Well, mungkin posting saya kali ini bukan merupakan posting saya yang selama ini saya lakukan. Yaa akan berbeda dengan posting-posting saya sebelumnya yang lebih informatif. Sebab kali ini saya akan posting tentang pengalaman saya sendiri yang nantinya akan saya uraikan dalam bentuk sensasi dan Persepsi. Ya, sekalian curhat laa. Posting ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah saya “Psikologi Umum” di Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Namun, tetap saja saya akan memberikan celah-celah informasi yang akan menambah wawasan agan-agan sekalian.
Mungkin posting kali ini saya mengambil pengalaman saya waktu saya ditinggal oleh sang mama. Namun untuk lebih pahamnya lagi saya juga akan memberitahu apa itu sensasi dan persepsi agar para agan-agan sekalian lebih menyentuh ketika membaca posting saya kali ini. He..he..he..
Sensasi (sensation) adalah proses menerima energi rangsangan dari lingkungan luar. Rangsangan terdiri atas energi fisik seperti cahaya, suara, dan panas. Rangsangan dideteksi organ indra seperti mata, telinga, kulit, hidung, dan lidah. Sebagai contohnya adalah Ketika kita mencium aroma tidak sedap seorang teman. Hal tersebut merupakan sensasi dari penciuman
Persepsi adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris untuk memberikan makna. yang biasa kita sebut dengan 'pemikiran seseorang' yang biasanya merupakan hasil dari sensasi. Contohnya ketika kita mencium aroma tidak sedap seorang teman, yang mungkin ada dalam persepsi kita adalah “beliau belum mandi”.he he he
Saya rasa penjelasan saya tentang sensasi dan persepsi. Saya harap agan-agan dapat mengerti penjelasan saya tadi. Kembali kita kepada tugas saya menceritakan pengalaman pribadi saya.
Selepas
Kepergian Sang Mama
Pada tanggal 19 Agustus 2012 tepatnya pada hari minggu, saya dan keluarga berencana untuk silahturahmi ke keluarga besar mama di Medan. Namun siapa sangka seminggu setelah kepergian kami ke Medan menjadi akhir dari penutupan usia sang Mama. Ya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 2012, mama saya meninggalkan Papa, Saya dan 2 orang adik saya.
Tepat 19 Agustus 2012 silam, kami pergi dari Tebing Tinggi ke Medan, namun kami belum pergi ke rumah nenek untuk bersilahturahmi. Sebab kami harus mengantar adik saya ke kos barunya setelah dia dinyatakan lulus SNMPTN sebagai Mahasiswi UNIMED. Ketika sorenya di rumah Nenek, Mama merasakan badannya menggigil dan demam. Namun demam beliau membuat beliau ingin kembali pulang ke Tebing Tinggi. Hingga akhirnya kami kembali ke Tebing keesokan harinya.
Setelah sampai di Tebing, mama berobat ke dokter, sang dokter berkata bahwa mama mengalami typus. Setelah dua hari minum obat dari dokter dan belum membaik, mama minta untuk dirawat di rumah sakit. Ketika diperjalanan ke Rumah Sakit, saya melihat badan mama ada bercak-bercak merah seperti penyakit DBD. Namun ketika di Rumah sakit, sang Dokter berkata bahwa mama mengidap typus.
Dua hari setelah dirawat dirumah sakit, ketika beliau ingin membersihkan badan, saya melihat bahwa bercak-bercak merah semakin banyak di tubuh sang mama. Ketika dokter datang untuk memeriksa kondisi mama, saya sempat mengatakan keberadaan bercak-bercak merah sang mama. Namun dokter arogan tersebut tetap menyatakan sang mama mengidap typus.
Ketika malam minggu, sang mama ingin ke kamar mandi. Di kamar mandi beliau berteriak “Aduh, Gak kuat lagi aku”, ketika adik saya melihat ke kamar mandi ternyata mama sudah berpegangan pada gagang pintu dengan mata melihat keatas. Namun selang beberapa menit, sang mama sadar kembali. Pukul 21.00 WIB, ketika hendak tidur, mama minta agar papa tidur diranjang mama. Ketika pukul 23.oo WIB, mama mengeluh badannya dingin dan lemas. Setelah diperiksa perawat, mereka mengatakan bahwa mama mengidap DBD dan sudah pendarahan di dalam tubuhnya. Ditambah lagi mereka menyatakan bahwa tensi mama saat itu 70.
Pagi pun tiba. Pagi itu sang suster mengatakan bahwa kondisi mama tidak memungkinkan lagi untuk bertahan diruang itu. Mereka mengatakan bahwa mama akan dipindahkan antara ruang ICU atau ISOLASI. Namun keputusan untuk memindahkan mama ke salah satu ruangan pun harus menunggu beberapa jam.
Selang menunggu perpindahan kamar, mama sempat menelepon nenek untuk minta didoakan cepat sembuh. Hati Nenek pun jadi risau dan mengajak salah satu anaknya untuk menjenguk mama ke tebing. Dengan niat hati ingin membawa mama menjalani perawatan di Medan. Saat itu juga adik saya, minta izin ke Mama untuk pergi ke Medan karena Senin besok dia sudah mulai kuliah.
Tepat pukul 12.oo WIB, perawat menyarankan agar mama dipindahkan ke ruang ISOLASI. Namun siapa sangka tepat setelah 1 jam setelah di ruang ISOLASI, mama menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah dipindahkan ke ruang ISOLASI, tiba-tiba mama merasakan kepanasan. Dan Minta dipeluk Papa. Setelah di Peluk Papa, mama menghadap kanan dan mulai kejang-kejang. Namun papa masih tetap memeluk mama. Saya menangis melihat keadaan itu sambil berlari memanggil suster. Saat itu suster bergerak sangat lambat. Dokter pun tak kunjung tiba. Dengan melihat keadaan mama saya itu, saya mulai membentak suster tersebut. Ketika dokter datang dengan santai disaat mama saya sekarat, saya pun membentak dokter tersebut. Namun sang Dokter berkata bahwa mama saya sudah meninggal dunia. Tangis pun tak terbendung lagi. Hingga akhirnya beliau menutup mata tanggal 26 Agustus 2012 Pukul 13.30 WIB.
Setelah beberapa menit meninggalnya mama, paman saya dan nenek saya pun datang dengan niat ingin membawa mama ke Medan harus menerima kenyataan bahwa mama sudah tiada. Disaat yang sama pula, ketika adik saya baru menginjakkan kaki membuka pagar kosnya, dia menerima telepon bahwa mama sudah meninggal. Saat itu pula ia pulang ke Tebing.
Namun cobaan tak berhenti sampai disitu. Tepat seminggu setelah kepergian mama, Papa jatuh sakit. Beliau terpaksa dilarikan ke rumah sakit Permata Bunda Medan. Betapa hancurnya hati saya, ketika dokter mendiagnosa papa terserang DBD. Untuk menagis pun aku gak sanggup. Mencoba tetap kuat ketika berada di dekat papa. Dengan ini juga kuliah saya terpaksa libur seminggu demi menjaga si papa karena itulah tanggung jawab saya sebagai anak sulung.
Beberapa hari kemudian, kondisi papa semakin memburuk, trombositnya pun semakin menurun. Disaat itu, didepan saya dan adik saya beliau mewasiatkan sesuatu. Namun saat itu juga saya harus menahan tangis yang akan keluar. Ketika papa selesai mewasiatkan hal tersebut, saya pun ijin ke mushala. Disana saya mengeluarkan air mata sebisa mungkin saya keluarkan. Memohon doa sama Allah semoga cobaan ini berakhir. Yang ada dpikiran saya ketika itu adalah “Gimana nanti aku kalo gak punya orang tua lg?”, “Cemana nasib aku sama adik-adikku?”, “siapa yang bakal ngurus kami?”. Semua rasa sedih dan cemas pun menyelimuti.
Malam pun tiba. Ketika papa tertidur dan saya menonton tv di ruang inap, tiba-tiba lampu kaca di rumah sakit tersebut jatuh tanpa ada apa-apa. Sontak saya merasa khawatir. Pikiran saya langsung terbayang “kalo di sinetron-sinetron, biasanya kalo ada barang yang pecah, biasanya terjadi apa-apa”. Hal itu pun membuat saya khawatir ditambah lagi tadi pagi papa berwasiat. Ini membuat saya tidak tidur semalaman.
Namun dugaan-dugaan saya salah. Tepat pagi hari dokter mengatakn bahwa trombosit papa sudah naik. Dan kemungkinan akan terus naik dan papa bisa sembuh dengan cepat. Itulah pengalaman pahit saya. Dan salah satu lagu mengatakan “Menangislah bila harus menangis” Cuma bisa nangis dan meratapi apa yang terjadi. Bener yang di bilang orang “Ketika kata tak mampu terucap, tangis yang menjelaskan semua”. Berusaha berpikir positif aja sama Tuhan, tertutup dan bersikap kuat seakan tidak terjadi apa-apa padahal rapuh di dalam. Karena mau curhat pun tak akan mengurangi sakitnya.
Dan setelah kejadian itu, kami tinggal berpisah-pisah.. dimana Papa saya tinggal di Tebing Tinggi seorang diri, Saya tinggal di Dr.Mansyur Medan, Adik saya yang kuliah di UNIMED tinggal di Kp. Baru dan Adik saya paling Kecil tinggal di Pesantren Raudhatul Hasanah Medan.
Kesimpulan sensasi dan persepsi dari pengalaman saya yang memilukan ini antara lain :
Sensasi : Ketika saya merasakan kehilangan seorang mama
Persepsi : Mama itu orang baik makanya Allah ambil cepat. Orang Baik itu cepat dipanggil Allah.
Sensasi : Ketika saya mengatakan bintik merah pada dokter dan beliau mengatakan hal tersebut bukan demam berdarah.
Persepsi: Dokter ini pandang saya Cuma sebelah mata.
Sensasi : Ketika saya mendengar mama saya didiagnosa menderita DBD dan sudah akut, disaat masa terakhir menutup mata.
Persepsi : Dokter ini terlalu sok dan tidak mau mendengarkan apa yang menjadi keluhan pasien.
Sensasi : Ketika saya melihat dokter berjalan dengan tenang ketika keadaan mama saya sekarat
Persepsi : Dokter Muda ini Gak pantes jadi Dokter.!
Sensasi : Ketika saya merasakan lamanya keputusan dokter untuk memindahkan mama antara ruang ICU dan ISOLASI
Persepsi : Penanganan rumah sakit sangat lambat.
Sensasi : Ketika saya mendengar wasiat papa
Persepsi : Umur papa sudah tidak panjang lagi
Sensasi : Ketika saya mellihat lampu kaca jatuh tiba-tiba disaat papa sedang memburuk
Persepsi : Akan terjadi sesuatu yang buruk.
0 Responses to "Sensasi dan Persepsi "Selepas Kepergian sang Mama"":
Posting Komentar